Keamanan Maritim dan Ekonomi Biru Indonesia
Keamanan maritim sangat penting untuk mendukung Ekonomi Biru (Blue Economy). Interseksi dan interaksi antara kedua kepentingan yakni Ekonomi Biru dan jaminan keamanan di laut, praktis akan dapat menciptakan potensi ekonomi yang besar bagi suatu bangsa, dan bahkan bagi kepentingan ekonomi global.
Dalam mengelaborasi dua isu penting ini, tentunya terdapat dua pertanyaan utama, yakni: pertama, bagaimana mengembangkan kebijakan keamanan maritim yang komprehensif dan efektif?; kedua, bagaimana memahami interseksi dan interdependensi kedua variabel tersebut dalam menopang pembangunan nasional?
Quo Vadis Kebijakan Keamanan Maritim
Beberapa tahun terakhir, masalah keamanan maritim telah menjadi perhatian utama pada agenda maritim internasional. Salah satu masalah dalam hal ini adalah bagaimana meningkatkan kebijakan keamanan tanpa membahayakan efisiensi dan efektivitas organisasi, atau untuk mengelola keamanan secara efektif.
Contoh konkrit yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah senantiasa berupaya untuk dapat memfasilitasi kelancaran arus material, sekaligus meningkatkan keamanan rantai pasokan pada saat yang bersamaan dalam konteks perdagangan internasional.
Selain itu, adanya tuntutan terhadap pemerintah agar mampu mengelola sumber daya maritim nasional, khususnya sektor perikanan dalam mendukung perekonomian negara yang mana harus terbebas dari tindakan illegal, unreported, unregulated fishing (IUU), serta terbebasnya area laut dari ancaman pencemaran dan pengrusakan lingkungan.
Kini, Indonesia telah mengkonseptualisasikan kembali identitasnya sebagai negara maritim yang mata pencahariannya banyak berasal dan bergantung pada laut, dengan dikembangkannya gagasan konsep Poros Maritim Dunia (Global Maritime Fulcrum) yang merupakan kebijakan menonjol dibawah Presiden Joko Widodo.
Meskipun kebijakan maritim ini banyak dipertanyakan cakupan dan efektifitasnya karena sifatnya lebih politis dan terkendala pada aspek anggaran atau terbatasnya kemampuan keuangan negara, namun setidaknya kebijakan ini telah menorehkan sejarah pembangunan dalam mengembalikan kejayaan maritim Indonesia pasca kemerdekaan 1945.
Dinamika Ancaman Maritim
Dalam kajian prakarsa strategis dan riset tentang “Tata Kelola Kemaritiman Indonesia” yang dipublikasikan oleh BRORIVAI Center 2017, telah mengidentifikasi berbagai ancaman dan wilayah prioritas bagi Indonesia dalam domain keamanan maritim.
Hal ini merupakan langkah pertama yang dilakukan dalam melakukan penilaian menyeluruh atas persyaratan dan kesenjangan kapabilitas yang dihadapi pemerintah saat ini.
Penilaian pendahuluan yang diangkat dalam kajian ini menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan Indonesia seharusnya menyiapkan instrumen yang memadai dengan pendekatan komperehensif dalam mengatasi ancaman yang dihadapi negara di wilayah maritim.
Isu-isu yang banyak mewarnai urusan keamanan maritim mencakup: penyelundupan; penangkapan ikan ilegal (IUU Fishing); pembajakan; imigrasi ilegal; dan terorisme.
Sebagai akibatnya, pemerintah Indonesia telah menerapkan perubahan peraturan, administratif, hukum, dan material yang akan menempatkan negara pada jalur untuk mengelola dan mengatur ruang maritimnya secara lebih luas dan terpadu.
Namun sayangnya, sejauh ini bila dicermati secara seksama, dalam menyesuaikan perubahan tersebut dihadapkan pada program aksi, ketersediaan sumber daya, dan metrik jangka panjang yang berkelanjutan demi kemajuan dan efektifitas, masih tetap menjadi tantangan utama bagi para pembuat kebijakan di Indonesia.
Interseksi, Interdependensi dan Arti Ekonomi Biru
Dalam mengidentifikasi dua interaksi utama antara urusan ekonomi dan kepentingan keamanan maritim sesungguhnya dapat dilihat dari perspektif Ekonomi Biru.
Istilah ini muncul sekitar 10 tahun yang lalu, namun masih belum ada istilah yang diterima secara umum mengenai ekonomi biru tersebut.
Menurut Bank Dunia, ekonomi biru adalah pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan mata pencaharian dan pekerjaan, sambil menjaga kesehatan ekosistem laut.
Dalam laporan World Wildlife Fund (WWF) menjelaskan tentang prinsip “ekonomi berkelanjutan” yang juga dimaknai sebagai “ekonomi biru”. Karena itu, pengertian yang diberikan oleh istilah ini untuk sebagian orang, memandang sebagai bentuk penggunaan laut dan sumber dayanya untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan. Bagi yang lain, justru memberi arti ketika mengacu pada setiap kegiatan ekonomi di sektor maritim, baik yang berkelanjutan maupun tidak.
Sementara dalam sejumlah literatur lain melihat bahwa ekonomi biru adalah tentang kegiatan yang menghasilkan laba yang dimiliki atau dilakukan oleh penduduk setempat. Hal ini tentu berkelanjutan, dan tidak terbatas pada sumber daya alam. Sebagai ilustrasi bahwa ekonomi biru tidak terbatas pada perikanan dan budidaya air tetapi juga termasuk pariwisata, pertambangan, transportasi.
Terkait dengan interseksi dan interdependensi ekonomi biru dan kepentingan keamanan maritim dapat dilihat ketika adanya jaminan keamanan maritim mampu mendukung ekonomi biru. Misalnya, melalui pengamanan rute navigasi, memberikan data oseanografi penting untuk industri kelautan dan melindungi hak atas sumber daya laut yang berharga, dan kegiatan dalam zona yang diklaim yurisdiksi maritim.
Selain itu, peran yang sering dilupakan bahwa keamanan maritim sangat berperan dalam mendorong ekonomi biru, di mana maritim menjadi sumber perkembangan dan pertumbuhan ekonomi nasional, regional maupun global.
Secara konseptual, ekonomi biru yang diperluas akan menciptakan permintaan yang lebih besar untuk kapabilitas keamanan maritim. Dan ini, pada gilirannya, akan memicu peningkatan investasi dan pertumbuhan dalam kemampuan suatu bangsa dan negara.
Manfaat Ekonomi Biru
Indonesia sesungguhnya ingin mempromosikan konsep ekonomi biru untuk sektor kemaritiman di seluruh dunia kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Konsep tersebut akan dikampanyekan, karena dinilai bisa membantu menyelamatkan ekosistem bumi yang semakin terpuruk akibat eksplorasi ekonomi dunia.
Konsep ekonomi biru bisa menjadi pilihan utama bagi semua negara di dunia, karena menawarkan konsep berkelanjutan dalam pelaksanaannya. Misalnya per hari ini, kita sedang menghadapi masalah kenaikan air laut karena pemanasan global, acidifikasi atau peningkatan kadar asam air laut, dan sampah plastik laut yang bertebaran dimana-mana, sehingga Indonesia harus memiliki “maritime space awareness”.
Sikap ini dapat diambil guna menunjukkan komitmen dan sekaligus menggalang dukungan global dalam memanfaatkan potensi kelautan dengan pendekatan keberlanjutan sebagai inti dari konsep ekonomi biru.
Dalam tujuan pembangunan nasional, yang jauh lebih penting adalah dapat menjadi model ekonomi ke depan yang memperhitungkan keuntungan dan strategi inovasi dengan mengikuti kondisi alam. Begitu pula menjadi suatu alat yang dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang telah kurang baik, dan menciptakan lebih banyak kegiatan dalam bentuk model yang berkelanjutan.
Sehubungan dengan konsep ekonomi biru, pada 2015 lalu, WWF telah melakukan pembahasan dan menghasilkan kesimpulan bahwa laut yang sehat itu potensinya sangat besar bagi perekonomian dunia.
Seperti diketahui, WWF menyampaikan laporannya bahwa potensi yang bisa diraih dengan pendekatan ekonomi biru dapat mencapai USD 24 triliun atau ekuivalen Rp 319,560 triliun.
Catatan Penutup
Konsep Ekonomi Biru dapat dikembangkan untuk menjawab tantangan bahwa sistem ekonomi dunia cenderung eksploitatif dan merusak lingkungan. Selain karena limbah, kerusakan alam juga disebabkan oleh eksploitasi melebihi kapasitas atau daya dukung alam.
Tentunya semua hal ini dapat dicapai bila Indonesia menempatkan penekanan barunya pada upaya tata kelola keamanan maritim yang optimal dan menyeluruh.
Sekalipun Indonesia telah menerapkan perubahan peraturan, administratif dan hukum terhadap kebijakan maritimnya agar memungkinkan dikelola dengan lebih baik terhadap ruang maritimnya yang demikian luas. Tetapi yang harus diperhatikan adalah efektivitas dan dampak keseluruhan dari upaya mengelola keamanan maritim yang hingga kini masih memerlukan kajian mendalam.
Indonesia masih menghadapi tantangan dalam mencapai tujuannya untuk meningkatkan tata kelola keamanan maritim.
Untuk itu, basis infrastrukturnya yang terbatas, beragam badan penegakan hukum maritim yang ada, dan mekanisme antar-lembaga yang belum berkembang saat ini menghambat kemajuan dalam konteks manajemen penanganannya.
Sebagai rekomendasi singkat, Indonesia harus segera melakukan penilaian kebutuhan kemampuan yang komprehensif untuk mengidentifikasi kesenjangan kemampuan, surplus kemampuan atau duplikasi peran yang ada.
Harapan memperluas mandat dan sumber daya dari Badan Keamanan Laut (BAKAMLA) ke depan agar dapat bertindak sebagai sentral untuk urusan penegakan hukum maritim menjadi penting sebagai leading sector dalam urusan keamanan maritim, maupun dalam urusan keselamatan lingkungan dan kehidupan di laut.
Patut dicatat, keamanan maritim dan ekonomi biru mempunyai persimpangan dan saling ketergantungan. Negara aman dan bebas dari ancaman keamanan maritim akan mendorong pertumbuhan. Dengan begitu ekonomi tumbuh, rakyat sejahtera, namun langit dan laut tetap biru.