Stigmatisasi Khilafah Dalam Pertarungan Pilpres Menyulut Perpecahan
Jakarta – Munculnya pernyataan Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono tentang pertarungan dua ideologi, yakni Pancasila dan Khilafah menjelang Pilpres 2019, menuai polemik baru.
Menurut pengajar Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Dr. Abdul Rivai Ras, dampak ungkapan ini sesungguhnya berbahaya, dapat menyulut perpecahan karena sudah men-generalisir siapa – menganut apa dan menjadi “labeling” kepemimpinan bagi kandidat tertentu, termasuk bagi pengikutnya.
“Stigmatisasi khilafah kepada salah satu kandidat ini berbahaya dan mengandung resiko antagonisme di masa depan,” ungkapnya ditemui awak media di sela-sela Kongres Boemipoetra Nusantara Indonesia Jumat, 29 Maret 2019.
Isu Pancasila dan Khilafah ini menjadi mengemuka, mengingat dapat menjadi senjata untuk mendiskreditkan lawan politik yang tidak saja memberi label kepada seorang Capres tetapi otomatis meluas kepada semua elemen yang ikut mendukungnya.
Rivai sangat menyayangkan pernyataan yang sangat beresiko ini , meskipun ditujukan kepada individu tertentu, tetapi membentuk opini luas yang seolah-olah membagi masyarakat Indonesia menjadi dua kelompok besar di tengah kegalauan politik.
“Pernyataan ini disayangkan karena terungkap dari seseorang yang punya kapasitas dan nalar akademik yang baik. Tidak seharusnya beliau melontarkan hal yang membuat masyarakat menjadi gamang, melainkan dapat memberi kesejukan dan kedamaian berdemokrasi,” pintanya.
Hendropriyono menyatakan hal tersebut kepada wartawan di Gedung Pertemuan Soekarno Hatta, Jl Seno Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (28/3), setelah mengumumkan draf buku karyanya berjudul “Filsafat Intelijen Negara Republik Indonesia.”(*)