Problematika Pembangunan Sulsel di Usianya ke-349 Tahun
Sulawesi Selatan (Sulsel) adalah salah satu pulau besar yang mempunyai posisi penting secara geopolitik dan geoekonomi di lingkar kawasan Indonesia Bagian Timur (IBT). Daerah ini memiliki posisi geografis yang unik dan strategis bagi kepentingan perdagangan, pengembangan industri dan ekonomi.
Hal ini dapat dilihat dari letak geografis Sulsel yang berada di titik pusat Indonesia dan berada diantara dua samudera dan dua benua, serta sebagai jalur komunikasi yang potensial dalam kerangka poros maritim dunia.
Secara historis, Sulsel memiliki catatan yang panjang dan menarik dalam urusan pemanfaatan ruang laut dan daratan untuk kepentingan politik, ekonomi hingga kebudayaan.
Catatan-catatan sejarah tentang tanah di Selatan Sulawesi, keragaman suku dan budaya, entitas sosial yang mewujud kerajaan-kerajaan otonom di pesisir, menunjukkan betapa kawasan ini adalah juga simpul pertumbuhan kebudayaan sekaligus daya tarik bagi pihak lain dalam dimensi yang luas, kepentingan ekonomi, politik, kekuasaan hingga kebudayaan.
Salah satu otoritas menarik itu adalah Kerajaan Gowa-Tallo di abad ke 17. Sebelum dan setelah jatuhnya Kerajaan Gowa di tahun 1669, Pelabuhan Makassar di Gowa adalah titik temu lalu lintas strategis pengelana dan penjelajah bumi. Kapal-kapal ekspedisi seperti Wallacea, pelaut dari Eropa hingga armada Jung dari Tiongkok dilaporkan menjadikan pantai Makassar di Sulsel sebagai ruaya usaha, tempat transit sekaligus tempat loading logistik sebelum ke destinasi akhir di timur atau ke barat.
Gambaran ini membuktikan bahwa Pelabuhan Makassar yang berada di Sulsel merupakan bagian dari poros maritim dunia sejak lama. Catatan-catatan tentang relasi bisnis antara Makassar dan Singapura, dengan Eropa dengan Australia telah menggeliat sejak abad 17.
Puncaknya di abad ke 18 di mana tarik menarik kepentingan kutub-kutub kekuasaan perdagangan dan hegemoni menjadikan Makassar sebagai episentrumnya.
Meskipun kontribusi itu banyak didominasi dan diwarnai dari hasil pembangunan sektor pertanian selama ini, namun kemampuan daerah khususnya daya dukung daratan dalam menopang ekonomi pada akhirnya akan dapat menemui keterbatasan.
Pesatnya pembangunan yang sedang dilaksanakan di provinsi dengan jumlah penduduk terkini mencapai 9.522.503 jiwa2 dihadapkan pada ketersediaan lahan untuk kepentingan pertanian, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan, yang selalu mengandalkan wilayah daratan seperti pegunungan, perbukitan, dataran tinggi, dan dataran rendah perlu mendapat perhatian serius untuk tetap terjaga kesinambungannya.
Dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah, dibutuhkan alternatif pembangunan yang mampu menggandakan dan sekaligus mengakselerasi pemerataan pembangunan.
Corak Indonesia sebagai negara kepulauan tentu tidak dapat dihindari, sehingga pentingnya diversifikasi pembangunan dan re-orientasi kebijakan yang bertumpu pada sektor ekonomi maritim yang mencakup pembangunan konektivitas antar-pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut serta keamanan maritim menjadi keniscayaan di masa depan.
Kondisi ini seiring dengan kebijakan pemerintahan Jokowi-JK tentang gagasan poros maritim dunia, di mana Sulsel kelak menjadi koridor ekonomi utama yang mampu menghubungkan pintu tengah Timur-Barat dan Selatan-Utara, termasuk dalam memperlancar mobilitas penduduk di sejumlah gugusan pulau melalui program pembangunan Tol Laut Nasional.
Maju Tapi Belum Merata
Kemajuan pembangunan erat kaitannya dengan pengembangan. Bahkan banyak orang menganggap bahwa pembangunan sama dengan pengembangan. Namun kedua istilah tersebut tentu memiliki perbedaan makna.
Secara filosofis, suatu proses pembangunan diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagai pencapaian aspirasi warga yang paling humanistik. Secara sederhana, proses pembangunan merupakan proses memanusiakan manusia.
Pengertian pembangunan dalam artian ini tidak dilakukan dengan membangun infrastruktur atau fasilitas fisik yang seringkali menjadi pandangan banyak orang mengenai pembangunan tersebut.
Pengertian pembangunan menurut UNDP (United Nations Development Programme) menyebutkan pembangunan dikhususkan kepada pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk, di mana penduduk dijadikan sebagai tujuan akhir dan bukan alat atau instrumen pembangunan itu sendiri.
Lebih lanjut pengertian pembangunan itu diartikan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau manusiawi.
Menurut Todaro, pembangunan harus memenuhi 3 (tiga) komponen dasar yaitu kecukupan memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri serta kebebasan untuk memilih.
Menurutnya, pembangunan harus dipandang sebagai proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional selain mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.
Dalam konteks dinamika pembangunan di Sulsel, terdapat sejumlah kemajuan dalam capaian pembangunan. Ditinjau dari sisi pertumbuhan ekonomi selama hampir satu dekade, Sulsel relatif konsisten berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional.
Hal ini tercermin sejak tahun 2012 hingga 2016, rata-rata pertumbuhan ekonominya mencapai 7,7 persen, jauh lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional dalam kurun waktu yang sama, yang hanya mencapai 5,7 persen.
Sementara dalam upaya mengakselerasi pembangunan di sektor infrastruktur, Sulsel mengalami kemajuan dengan adanya berbagai proyek besar yang kini sedang berlangsung, antara lain; pembangunan tol dalam kota, Makassar New Port, perluasan bandara, pembangunan empat bendungan besar, underpass simpang lima, jalan layang Maros-Bone, hingga proyek pengembangan transportasi kereta api.
Di samping pembangunan fisik, yang terpenting adalah bagaimana mencermati pembangunan yang berkaitan dengan struktur sosial dan pembagunan manusia itu sendiri, khususnya dalam melihat dan mengukur perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup bagi masyarakat.
Dari pengamatan dan kajian pembangunan Sulsel 2017, dapat disimpulkan bahwa pembangunan manusia relatif membaik namun belum merata. Meskipun berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM), posisi Sulsel ternyata masih berada di bawah angka nasional.
Pada tahun 2016, tercatat IPM Sulsel mencapai 69,76 atau terpaut 0,42 poin dibandingkan IPM nasional sebesar yang berada pada posisi 70,81. Secara nasional, IPM DKI Jakarta sebesar 79,60 masih yang tertinggi.
Secara realitas, IPM Sulsel masih berada di bawah angka nasional. Tetapi, dari tahun ke tahun, IPM Sulsel terus mengalami kemajuan yang cukup signifikan.
Patut disyukuri, bahwa pada tahun 2016 mengalami kemajuan di mana terjadi kenaikan 0,61 poin menjadi 69,76. Hingga saat ini, IPM Sulsel masih dalam kategori posisi sedang atau terhitung berada pada level 60-70.
Bila melihat secara keseluruhan di tingkat kabupaten/kota, tercatat 19 dari 24 daerah di Sulsel umumnya berada pada level sedang. Hanya Makassar yang tercatat pada level sangat tinggi dengan capaian 80,53. Selebihnya empat kabupaten/kota berada pada level tinggi, diantaranya; Parepare (76,48), Palopo (76,45), Luwu Timur (70,95) dan Enrekang (70,79).
Ketertinggalan Sumber Daya Manusia
Persoalan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sangat ditentukan oleh akses yang tersedia untuk mendapatkan pendidikan, informasi, komunikasi dan trasportasi.
Di daerah yang sulit terjangkau dan relatif terisolasi memberi dampak terhadap pembangunan manusia. Karenanya kebutuhan akan kebijakan yang holistik dan komprehensif harus dilakukan.
Sejauh ini, adanya kesan bahwa pemangku kepentingan masih rabun akan arah dan kebijakan dasar yang seharusnya dilakukan. Bisa digambarkan seperti penghuni rumah yang tinggal bersama, tetapi dalam kondisi ketimpangan yang nyata. Ada yang glamour pakai baju bagus dan kendaraan mewah di saat anggota keluarga yang lain masih berkutat dengan pemenuhan kebutuhan dasar.
Kawasan daerah terpencil dan terluar dihuni oleh anggota masyarakat yang ekonominya tergolong rendah, jauh dari sejahtera, dan sangat tertinggal. Masih belum banyak tersentuh oleh program pembangunan sehingga akses terhadap prioritas pembangunan seperti infrastruktur, pemberdayaan potensi, pelayanan sosial, ekonomi, dan pendidikan masih sangat terbatas.
Jika berkesempatan mengunjungi daerah di seluruh pelosok Sulsel, maka akan menemui kondisi seperti kendala akses transportasi, jalan rusak bahkan hanya jalan setapak yang menghubungkan daerah terpencil dan terluar dengan daerah lain yang lebih inward dan relatif lebih maju.
Kebanyakan daerah tersebut terhitung miskin, karena miskinnya perhatian dan keseriusan pemerintah untuk mengelola daerah seperti daerah pegunungan dan kepulauan yang sesungguhnya memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah.
Lebih mirisnya lagi, pengelola otoritas daerah di beberapa kabupten dan kota justru memiliki pola pikir yang tidak responsif. Melihat daerahnya sendiri yang serba kurang dan lemah, malah tidak berpikir kreatif untuk membuat kebijakan dan program yang dapat menggali potensi daerahnya karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) secara langsung serta dengan berbagai alasan klasik lainnya.
Untuk pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal yang terpadu, tepat sasaran serta tepat kegiatan, maka diperlukan prioritas yang diarahkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi oleh semua daerah tertinggal.
Prioritas percepatan pembangunan daerah tertinggal tersebut adalah yang pertama, adanya pemberdayaan ekonomi lokal. Kemudian, pemberdayaan masyarakat dan komunitas lokal. Yang ketiga, peningkatan kapasitas kelembagaan, dan yang terakhir peningkatan akses dan alokasi daerah.
Apabila pemerintah daerah dapat menerapkan solusi tersebut, maka daerah terpencil dan terluar seperti daerah yang memiliki banyak gugus kepulauan akan menjadi kawasan yang lebih sejahtera dan makmur. SDM yang ada di daerah tersebut berperan penting dalam pembangunan daerah.
Pemerintah daerah dengan SDM (SDM) yang berkualitas harus saling bersinergi dalam membangun daerahnya sehingga dapat meningkatkan dan memajukan daerahnya yang dulu tertinggal jauh bisa menjadi daerah yang maju dalam segi pembangunannya.