Politik Lingkungan: Apakah Indonesia Mampu Memerangi Sampah?
Dewasa ini, aktivitas masyarakat dalam merusak lingkungan hidup bagaikan sesuatu tindakan yang normal dan dapat diterima sebagai perilaku yang wajar. Aktivitas pembuangan sampah di sembarang tempat menjadi kebiasaan dan membentuk pola untuk mengubah wilayah negara menjadi sebuah tempat sampah raksasa.
Ancaman terhadap kerusakan ekosistem dunia akibat sampah sudah di depan mata. Kondisi ini terlihat dari besarnya volume produksi sampah yang dihasilkan di kota-kota besar dunia. Setidaknya terdapat 1,3 miliar ton sampah yang dihasilkan dunia setiap tahunnya, dan diperkirakan akan mencapai 2,2 miliar ton pada tahun 2025 (Republika.co.id., 2016).
Volume tersebut dinilai akan terus mengalami kenaikan, dan bila tidak mampu dikendalikan dan dikelola dengan baik akan menjadi potensi ancaman nyata bagi rusaknya lingkungan hidup yang dapat mengganggu keselamatan dan keamanan manusia (human security).
Secara faktual, meningkatnya produk sampah – mayoritas terjadi di kota-kota yang sedang dalam pembangunan atau di sejumlah negara berkembang, khususnya di negara yang jumlah penduduknya besar, pola konsumsi dan gaya hidup masyarakatnya cenderung tidak tertib, serta daya beli yang mulai menguat terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi tanpa disertai dengan konsep pengelolaan sampah yang ramah lingkungan.
Dalam konteks Indonesia, salah satu ancaman keamanan lingkungan (environmental security) yang patut diwaspadai dan perlu menjadi perhatian adalah tingginya angka pembuangan limbah sampah, khususnya limbah plastik yang tidak terkendali dan merupakan jenis sampah yang berbahaya. Sampah plastik itu sendiri sulit untuk dikelola dan butuh waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk membuat sampah bekas tersebut benar-benar dapat terurai.
Hingga saat ini, tidak ada data akurat tentang persentase sampah di Indonesia. Namun, berdasarkan data yang dihimpun oleh jaringan BRORIVAI CENTER, Research and Response (R & R) Network Office – Jakarta, jumlah sampah padat yang diproduksi secara nasional mencapai mencapai 151.921 ton per hari. Artinya, setiap penduduk Indonesia secara rata-rata diasumsikan membuang sampah padat sebesar 0,85 kilogram (kg) setiap harinnya.
Berbeda jauh dengan data yang disajikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2016, yang hanya mencatat sekitar 65 juta ton sampah per harinya. Meskipun terdapat perbedaan data yang dilansir oleh pemerintah, setidaknya terdapat gambaran tentang betapa kritis dan akutnya persoalan sampah. Disinilah pentingnya kebijakan politik dalam mengatasi lingkungan atau yang lazim disebut politik lingkungan.
Urgensi politik lingkungan ini dibutuhkan agar kita dapat merujuk pada kajian intelektual tentang fenomena-fenomena lingkungan yang terjadi. Entah itu relasi antar masyarakat dengan lingkungan, kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menanggapi masalah lingkungan, korelasi politik dengan lingkungan, atau pun planning (rencana) strategis pemerintah dalam mengatasi persoalan lingkungan dan bagaimana mengembangkan lingkungan hidup sebagai prioritas pelestarian negara.
Selain itu, yang terpenting harus ada aksi nyata segera, bagaimana kita dapat ‘berperang melawan sampah’ sebagai bentuk aksi bela negara dalam menjawab keresahan manusia tentang pentingnya planet dan lingkungan, terlebih bagi Indonesia yang didudukkan sebagai salah satu negara kontributor sampah terbesar dunia, khususnya dalam produk limbah sampah plastik.
Seperti yang dikutip dalam catatan Jambeck Research Group dari University of Georgia, AS (2015) – Indonesia berada di peringkat kedua dunia penghasil sampah plastik ke laut yang hingga mencapai sebesar 187,2 juta ton setelah Tiongkok yang mencapai 262,9 juta ton. Sementara di urutan ketiga adalah Filipina yang menghasilkan sampah plastik ke laut mencapai 83,4 juta ton, diikuti Vietnam yang mencapai 55,9 juta ton, dan Sri Lanka yang mencapai 14,6 juta ton.
Karena itu, upaya pengelolaan sampah perlu menjadi perhatian lebih serius oleh semua pihak dan dibutuhkan suatu kebijakan terpadu yang melibatkan kepedulian dari segenap komponen bangsa, baik yang bersifat individual, kelompok, lembaga swadaya, perguruan tinggi, industri, maupun lembaga pemerintahan itu sendiri”.
Disamping itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa pengelolaan sampah dapat dilakukan secara sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan, yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah secara cermat, mengingat dari hari ke hari sampah semakin bertumpuk di sekitar kita. Dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK-2018) menyebut, sektor rumah tangga merupakan penyumbang sampah terbesar yakni sekitar 48%, disusul pasar tradisional sebesar 24%, dan jalan 7%.
Berkaitan dengan agenda pemerintah dalam gerakan Indonesia terbebas dari sampah pada 2025, diperlukan suatu konsep besar yang komprehensif dalam bentuk gerakan nasional, misalnya dengan melancarkan kampanye “Perang Melawan Sampah” yang dikemas dan disatukan dalam bingkai gerakan aksi “Bela Negara”, seiring dengan konsistensi pemerintah dalam melakukan law enforcement atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH).
Hal ini penting, mengingat ancaman negara di masa damai dan saat ini akan banyak diwarnai dengan ancaman yang bersifat non-tradisional, seperti ancaman keamanan lingkungan, makanan, air, enerji dan kesehatan, yang hakikatnya lebih disebabkan oleh tidak terkendalinya sistem pengelolaan dan pembuangan limbah sampah yang serampangan.
Meskipun disadari bahwa, Indonesia adalah negara yang sedang berkembang dan memiliki karakteristik masyarakat yang sangat majemuk, tidaklah berarti masalah sampah tidak dapat diatasi secara baik, karena bangsa kita mempunyai cukup perangkat hukum, aturan dan kebijakan yang dapat ditegakkan termasuk instrumen negara dan infrastruktur yang dapat dioptimalkan.
Indonesia harus berani mengambil langkah dan terobosan politik lingkungan yang massif dalam memerangi sampah dan membuat langkah efektif dalam menerapkan kebijakan lingkungan. Begitu pula kita tidak perlu gengsi belajar tentang kebijakan lingkungan, metode dan teknik memerangi sampah yang patut dicontoh dari negara lain, seperti Finlandia, negara yang menempati peringkat pertama dalam Enviromental Performance Index (EPI) dan sebagai negara paling ramah lingkungan di dunia.
Sejauh ini, nampaknya pemerintah baru mulai serius salam menangani sampah, dengan ditetapkannya Peraturan Presiden (Perpres) No.97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Diharapkan melalui kebijakan baru ini mampu mengurangi sampah sebesar 30% di tahun 2025 dan dapat menangani tumpukan sampah sebelum ada kebijakan ini sebesar 70% pada tahun yang sama.
Sebagai seruan akhir, ayo kita berbuat segera untuk menjaga keseimbangan lingkungan hidup kita demi kepentingan bangsa dan negara, serta segenap umat manusia di muka bumi ini. Bangkitlah, geraklah dan songsong pembangunan yang terbebas dari sampah di masa depan!.
#SelamatHariLingkunganHidupSedunia #AyoPerangMelawanSampah!