Bro Rivai: Hati-Hati Gelar Doktor Badut
MAKASSAR – Bakal Calon Gubernur Sulsel, DR Ir H Abdul Rivai Ras MM MS MSi (Bro Rivai) meminta masyarakat Sulsel untuk berhati-hati terhadap tindak jual beli ijasah doktor instan atau nama bekennya ‘doktor badut’ yang biasanya marak jelang Pilkada Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Imbauan ini merujuk pada temuan Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) di kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada 11 Januari 2017 lalu.
UNJ disinyalir melakukan praktik jual beli gelar ‘doktor badut’ dengan klien terbesar dari kalangan politisi, salah satunya Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) non-aktif Nur Alam. Para politisi menggunakan gelar akademik tersebut untuk mendapatkan nilai tambah di mata masyarakat.
Kejanggalan proses pendidikan pada Program Pascasarjana UNJ dijabarkan Tim EKA Kemenristekdikti dalam beberapa poin, salah satunya ketidakcocokan antara jumlah kelulusan mahasiswa program doktor dan data penerbitan nomor ijazah yang dikeluarkan UNJ sejak Desember 2004 hingga September 2016. Dalam kurun itu, UNJ meluluskan 2.104 mahasiswa doktoral sementara nomor ijazah yang diterbitkan adalah 2.557 ijasah doktoral. Ada selisih 453 mahasiswa yang lulus program doktor selama kurun hampir 12 tahun tanpa pernah melalui proses perkuliahan.
”Kasus doktor badut harus diwaspadai. Karena bisa saja terjadi praktik terselubung yang sama di kampus-kampus lain di Indonesia, termasuk Sulsel. Hati hati dan harus teliti terhadap perguruan tinggi yang melakukan obral akademik hanya demi kepentingan tertentu, agar menambah kelas status bahkan hanya sebagai simbol kekuatan agar terkesan bernilai politis untuk kepentingan kekuasaan,” tegas Bro Rivai, Senin (4/9/2017).
Doktor Ilmu Politik yang menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2010 ini menyoroti mudahnya orang-orang berduit mendapatkan gelar doktor melalui plagiarisme, pembuatan naskah disertasi oleh pihak ketiga, pengaturan kuliah, hingga waktu meraih gelar secepat kilat cepat (hanya setahun) yang terjadi di UNJ.
Ia mencontohkan kasus Sultra, dimana Nur Alam dengan kekuasaan yang dimiliki dengan mudahnya meraih gelar doktor. Bahkan, sesuai temuan Tim EKA Kemenristekdikti, disertasi Nur Alam hanya dibuat dalam tempo 5 hari saja. Menurut Bro Rivai, surplus doktor yang muncul saat ini bisa saja karena adanya penyalahgunaan otoritas akademik seperti yang terjadi di UNJ.
“Kasihan orang yang sekolah benaran terkena imbas dengan banyaknya doktor badut yang menjadikan gelar sebagai legitimasi untuk dihormati, mendapatkan promosi dalam karier, dan sebagainya. Pemerintah harus lebih tegas dalam menertibkan praktek-praktek seperti ini dan mendorong peningkatan kualitas akademik agar bisa lebih terhormat dan dipertanggungjawabkan secara moral,” tegas Bro Rivai.
Diketahui, selain Nur Alam sejumlah politisi nasional juga menyelesaikan gelar doktor di UNJ. Berdasarkan informasi yang dilansir dari tirto.id, politisi tersebut antara lain Abdul Hadi Djamal (politikus Partai Amanat Nasional), Andi Nurpati (politikus Partai Demokrat), dan Fahmi Idris (politikus Golkar).