Rivai Ras: Kemenangan Bukan Segalanya dan Kekalahan Bukan Akhir dari Perjuangan
Hiruk pikuk Pilkada Serentak 2018 digelar di 171 wilayah, termasuk 17 pemilihan gubernur (pilgub) hari ini menarik untuk dicermati. Dalam pesta demokrasi kali ini, akan dipastikan ada yang kalah dan ada yang menang, sehingga diharapkan masing-masing pasangan calon dapat menyadari bahwa kekuasaan dalam politik itu bukanlah segala-galanya.
Menurut Pengajar Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Abdul Rivai Ras (Bro Rivai), euforia Pilkada 2018 dapat dilihat dari perspektif kompetisi dan resiko demokrasi. Banyak pendukung, simpatisan, dan relawan melihat bahwa hampir semua jagoannya akan menang. Padahal, realita hasil kompetisi akan ada yang menang dan ada yang kalah. Sedangkan resiko demokrasi, pemenang tidak harus yang terbaik, melainkan merujuk pada suara rakyat mayoritas.
“Seringkali masyarakat kita larut dalam setiap proses pertarungan Pilkada, karena bentuk kampanye atau dukungan yang massif dari masing-masing pasangan calon yang dicanangkan sejak lama menjadi acuan, sehingga kerapkali tidak akan siap menerima resiko kekalahan”, ungkap Founder BRORIVAI Center yang berbasis di Makassar, (27/6/2018).
Rivai pun menyarankan untuk menyikapi peristiwa Pilkada dengan menerima hasil kompetisi dan resiko demokrasi. “Bagi yang menang dalam Pilkada bukanlah segalanya, tapi menang adalah mengalahkan apa pun yang ada di urutan kedua. Bagi yang kalah, bukanlah akhir dari perjuangan dan membuat harus terhenti dalam karya, tapi masih banyak medan juang yang terbuka dalam pengabdian di masa depan”, ungkapnya.
Meskipun kekalahan memang sangat menyakitkan, tetapi akan jauh lebih menyedihkan jika tidak bisa menerima kekalahan tersebut, terlebih bila para pendukungnya akan ikut berontak. Sebaliknya, bagi pasangan calon yang memenangi Pilkada juga tidak perlu merayakan kemenangan yang berlebihan. Karena, kemenangan itu adalah suatu proses dan merupakan amanah yang diberikan rakyat kepadanya.
“Perlu dicatat bahwa, kalah dan menang hanyalah persepsi dari sebuah hasil akhir. Ketika nilai-nilai sportivitas dan etika hidup di dalam jiwa, maka diri memiliki kekuatan untuk menerima kalah dan menang dengan penuh tanggung jawab dan senyum,” kata Rivai.
Lebih lanjut Rivai mengatakan, “ketika seseorang tidak ikhlas menerima kekalahan dari sebuah pertandingan yang terbuka dan terukur dengan aturan, maka dia sedang menciptakan monster amarah yang membuat dirinya kalah oleh dirinya sendiri. Untuk itu, menerima kekalahan adalah bukti bahwa kita telah berkontribusi untuk kemenangan”.
Menurutnya, para pemenang sesungguhnya juga adalah mereka yang sukses mengalahkan ego dan ambisi pribadi yang berlebihan. Para pemenang selalu memiliki etika untuk berjabat tangan dengan pesaingnya, lalu mengucapkan selamat kemenangan untuk pesaing yang menang.
“Penerimaan kekalahan yang baik tentunya merupakan sikap ksatria yang dapat ditunjukkan nantinya di depan umum saat menerima kenyataan tentang apapun hasilnya”. Imbuhnya.